Sunday, 3 May 2020

laporan "TITRASI ASAM BASA"


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA UMUM


Disusun Oleh:
Nama                        : LAUTAN
 Npm                          :
 Prodi                        
 Kelompok                 : 4(Empat)
 Hari/Jam                   : Selasa/ 10:00-12:00
Tanggal                      : 23 Oktober 2018
 Dosen                        : 1. 
                                                             2. 
Co Ass                        
                        Objek Praktikum        : TITTRASI ASAM BASA


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2018



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa
 Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau  metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat dengan senyawa yang ditentukan disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri, titik ini sering ditandai dengan perubahan warna senyawa yang disebut indikator.
Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
1.      Konsentrasi titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan standar.
2.      Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3.      Titik stoikhiometri atau titik ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
4.      Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat mungkin.

1.2Tujuan
1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
    mengandung asam   
2. Mahasiswa mampu menstandarisasi laru

       


                                                                           BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

         Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi. 2009).
         Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan asam atau larutan basa. Dalam hal ini  sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi). Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi dapat ditentukan. (Michael. 2011).
         Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik, sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik ekuivalen. (Sutarmi, 2012).
         Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10­4 .pH berubah secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar. 2009).
        Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen (PP) dan metil orange (MO).  Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi. 2009).
        Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar  yaitu :      (Susanti,2013).
1.   Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk menentukan basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam boraks.
2.  Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
          Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa organik tidak larut dalam  air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer. (Rivai, 2010)
          Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen. (Esdi, 2011).
    Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan kehilangan hidrogen ke dua, menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka dihasilakanlah warna merah. Phenoftalein berubah warna pada kira-kira titik ekivalen dan merupakan indicator yang cocok. Volume basa yang lebih besar akan diperlukan untuk merubah warna suatu indikator dan titik ekivalen tidak akan di deteksi dengan ketepatan yang biasa diharapkan (Day,2010).
   Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi (Amonsius,  2013).

         
 BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
3.1.1Alat:                                                             3.1.2 Bahan:
1.Indikator penolphetalein                                  1. NaOH 0,1 M                     
2. Erlenmeyer                                                      2. HCl 0,1 M      
3.  Buret 50 mL                                                          3.H2C2O4
4. Statif dan klem                                       
5. Gelas ukur 25 mL atau 10 m
6.Corong Kaca

3.2 Cara kerja
3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M
        Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan 5 mL larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NaOH dalam buret.
Proses standarisasi :
 1. Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indkator penophtalein (PP).
  2.Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.
  3. Mencatat volume NaOH terpakai
  4. Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
  5. Menghitung molaritas (M) NaOH.
   
   3.2.2 Penentuan konsentrasi HCl
1.Mencuci 3 Erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap Erlenmeyer.
 2.Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penolphtalein (PP).
3.Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.
 4.Mencatat volume NaOH terpakai.
 5.Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
 6. Menghitung molaritas (M) HCl..

                                                                          BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Stansarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
No.
Prosedur
Ulangan
Rata-rata
I
II
III
1.
Volume larutan asam oksalat 0,1 M
10 mL
10 mL
10 mL
10 mL
2.
Volume NaOH terpakai
7,3mL
8 mL
    -
6,5mL
3.
Normalitas (N) NaOH
0,0295 N

Standarisasi HCI dengan larutan HCI
No.
Prosedur
Ulangan
Rata-rata
I
II
III
1.
Volume larutan HCI
10 mL
10 mL
10 mL
10 mL
2.
Volume NaOH terpakai
17 mL
14 mL
-
33,4 mL
3.
Molaritas (M) NaOH
Berdasarkan hasil percobaan di atas
 M
4.
Normalitas (N) larutanHCI
0,1 M

Perhitungan :
Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
V1.N= V2.N2
          10 x 0,1= 37,3 x N2
                    1 = 37,3 xN2
                   N2=1/6,5

= 0,0295 M
Standarisasi HCl dengan larutan HCl
V1.N= V2.N2
          10 x 0,1= 33,4  x N2
                    1 = 33,4  xN2
                   N2=1/15,5
= 0,064 M


  BAB V
PEMBAHASAN

         Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan dalam dua kali ulangan dengan proses mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan menggunakan gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam gelas ukur sebanyak 10 mL tersebut dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan dibawah buret dan ditetesi dengan larutan NaOH yang ada didalam buret setetes demi setetes, erlemeyer sambil di goyang-goyang hingga larutan asam oksalat yang semula bening berubah menjadi pink atau ungu. Apabila larutan asam oksalat sudah berubah warna menjadi pink atau ungu, maka cepat tutup kran pada buret supaya larutan dalam buret tidak keluar lagi.Langkah selanjutnya menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai. Pada ulangan I didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 7,3 mL, dan ulangan II didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 8 mL. Pada standarisasi NaOH dengan asam oksalat, Normalitas yang dihasilkan dari perhitungan yaitu, 0,0295 N. Dengan perbandingan konsentrasi asam oksalat dan NaOH, volume asam oksalat diketahui yaitu, 10 mL dan volume yang digunakan untuk larutan NaOH yaitu, volume rata-rata adalah 6,5 mL. Normalitas asam oksalat juga sudah diketahui yaitu, 0,1 M. Dengan demikian kita bisa mencari Normalitas NaOH dengan rumus perbandingan konsentrasi :  V1.N= V2.N2
        Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga dilakukan dengan dua kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut : mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume asam oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan menggunakan gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer.Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes.Lalu letakkan erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang.Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes kembali, lalu didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 17 mL. Kemudian mengulangi pada percobaan tadi sebanyak satu kali hingga didapatkan hasil pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 14 mL. Pada standarisasi HCl dengan NaOH, Normalitas yang dihasilkan dari perhitungan yaitu, 0,1 M. Dengan perbandingan konsentrasi HCl dengan NaOH, volume HCL diketahui yaitu, 10 mL dan volume yang digunakan untuk larutan NaOH yaitu, volume rata-rata adalah 15,5 mL. Normalitas HCL juga sudah diketahui yaitu, 0,1 N. Dengan demikian kita bisa mencari Normalitas NaOH  dengan rumus perbandingan konsentrasi :  V1.N= V2.N2


BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Dari hasil praktikum tersebut, kita mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang mengandung asam.Untuk mengetahuikadar larutan asam dapat ditentukan dengan menggunakan  larutan basa yang sudah diketahui kadarnya,dan sebaiknya kadar suatu larutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang sudah diketahui kadarnya.
2. Kita mampu menstandarisasi larutan dengan cara menentukan dengan volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi HCL dan asam oksalat.

6.2 Saran
Dalam melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-hati dalam menggunakan larutan-larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan praktikum kali ini kita juga harus memperhatikan ketelitian dalam mengukur volume larutan basa (NaOH), karena volume larutan NaOH sangat mempengaruhi hasil konsentrasi HCl.



 DAFTAR PUSTAKA
 Amonsius, 2013. Kimia Dasar 1. Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar.
     Day, 2010. Kimia Dasar, Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Esdi pangganti. 2011. Titrasi Asam Basa. FMIPA USU: Medan.    
Harjadi, 2009. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta.
Harjadi,2009.Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo.
Khopkar, 2012. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta.
 Michael. 2011. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga: Jakarta.
Rivai, 2010. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta.
Susanti, 2013. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Sutarmi, 2012. Penuntun Praktikum Kimia Dasar 1. Inderalaya: Universitas Sriwijaya.



 JAWABAN PERTANYAAN

1.    Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen
2.    Jelaskan dengan singkat fungsi indikator
3.    Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambah dengan indikator
4.    Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas
5.    Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder
6.    Tuliskan sayarat-syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi.

jawab :
1.    Caranya adalah ketika sudah mendekati titik ekivalen usahakan agar penambahan titernya secara perlahan, apabila perlu setengah tetes, biar tidak melewati titik ekivalen terlalu jauh.
2.    Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N
Fungsi penambahan indikator penolphtalein untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada larutan.Indikator PP dengan range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator yang baik untuk larutan basa dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi merah muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian.
Standarisasi Larutan HCl 0,1 N
Penambahan indikator metil orange menyebabkan perubahan warna larutan menjadi kuning. Dalam proses titrasi digunakan indikator metil orange yang jangkauannya pada pH 3,1 sampai pH 4,4 yang akan memberikan warna kuning. Penambahan indikator ini bertujuan untuk menandai titik ekivalen titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari yang awalnya berwarna kuning menjadi berwarna orange. Warna ini dikarenakan adanya pengaruh ion H+ dari  HCl yang bereaksi dengan indikator metil orange.
3.    Indikator adalah senyawa organik yang dapat berubah warna jika pH larutannya berubah. Jadi, dalam reaksi indikator phenolptalein menjadi bahan yang sangat penting. Jika dalam percobaan tidak ditambahkan dengan indikator, maka reaksi tidak akan berjalan.

4. Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
Untuk menstandarisasi larutan NaOH maka dalam percobaan ini menggunkan larutan asam oksalat H2C2Osebagai larutan standarnya.Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui ini merupakan reaksi asidi-alkalimetri asam basa antara asam oksalat dan basa NaOH.Volume asam oksalat yang digunakan untuk titrasi adalah 10 mL. Asam oksalat sebagai sebagai titrant yang diketahui berwarna bening dan NaOH sebagai titer yang berwarna bening pula, sebelum dilakukan titrasi kita masukkan 3 tetes indikator PP yang diketahui berwarna bening kedalam larutan oksalat agar pada saat titrasi dapat terjadi perubahan warna ketika mencapai titik ekuivalen yaitu titik dimana jumlah larutan asam oksalat sama denagn jumlah larutan pada NaOH yang diperlukan untuk bereaksi sempurna. Dalam titrasi ini kita menggunakan indikator PP karena fenol phenolptalein itu tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan terionisasi lebih banyak dan dia akan memberikan warna yang terang dan perubahan warnanya lebih mudah untuk diamati.
Standarisai HCl dengan larutan HCl
Jika HCl dicampurkan dengan NaOH, maka ion H+ dari HCl akan bereaksi dengan ion OH- dari NaOH membentuk air (H2O). Reaksi ini disebut reaksi penetralan. Sementara, Cl- dari HCl akan bereaksi dengan ion Na+ dari NaCl membentuk garam NaCl.Di dalam larutannya, HCl dan NaOHakan terurai menjadi ion-ionnya.
5. Larutan primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara menimbang. Larutan standar sekumder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer.
6. Tidak semua reaksi dapat diperguankan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut ;
1)Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas.
2)Reaksi harus cepat dan reversible. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversible, penentuan akhir titrasi tidak tegas.
3)Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator).
         4)Larutan baku yang dieraksikan denan analit harus mudah dibuat dan         
           sederhane sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah.





0 comments:

Post a Comment