LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA UMUM
Disusun
Oleh:
Nama : LAUTAN
Npm :
Prodi :
Kelompok : 4(Empat)
Hari/Jam : Selasa/ 10:00-12:00
Tanggal : 23 Oktober 2018
Dosen : 1.
2.
Co Ass
:
Objek
Praktikum : TITTRASI ASAM BASA
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Titrasi
merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan
cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui
konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi
nertalisasi asam basa
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah
pada saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama
titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan
oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang
digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik
equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati,
yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah
titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir
titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir
titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan
indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Titrasi asam
basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau metode
yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat
gelas yang disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah
ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat dengan senyawa yang ditentukan
disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri, titik ini sering ditandai
dengan perubahan warna senyawa yang disebut indikator.
Berikut ini
syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
1. Konsentrasi
titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan standar.
2.
Reaksi yang tepat antara titran dan
senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3.
Titik stoikhiometri atau titik
ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan warna, atau
sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat
indikator berubah warna disebut titik akhir.
4. Volume
titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat
mungkin.
1.2Tujuan
1. Mahasiswa mampu menerapkan
teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
mengandung
asam
2. Mahasiswa mampu
menstandarisasi laru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi asam basa sering disebut
asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran lain-lain sering dipakai
akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari bahasa yunani
yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani.
Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan
asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi. 2009).
Reaksi
penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan asam atau
larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi
dengan larutan basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi). Jika molaritas salah satu larutan (asam atau
basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi dapat ditentukan. (Michael. 2011).
Jika
larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik, sebaliknya
jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun.
Grafik yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau
sebaliknya disebut kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik
tengahnya merupakan titik ekuivalen. (Sutarmi,
2012).
Titrasi
asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan
pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga
titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika
penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi
asam lebih besar dari 104 .pH berubah secara drastis
bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu
molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya
tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel.
Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator
tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar. 2009).
Pada
kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu
fenoftalen (PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika
menggunakan indikator yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya
sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi. 2009).
Pada
titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : (Susanti,2013).
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar
asam yang digunakan untuk menentukan basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl,
asam cuka, asam oksalat, asam boraks.
2. Alkalimeri.
Pada titrasi ini merupakan kebalikan
dari asidi-alkalimetri karena larutan yang digunakan untuk menentukan asam
disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk
menentukan jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan organik dapat dititrasi
dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa organik
tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut
dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan
titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan
baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan
basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir
titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang
sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,
konduktometer. (Rivai, 2010)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun
titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau
sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi)
yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut
sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama
dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama
dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana
titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut
sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik
ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh
karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.
(Esdi, 2011).
Indikator terkenal phenoftalein merupakan
asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula berdisosiasi menjadi suatu bentuk
tak berwarna dan kemudian, dengan kehilangan hidrogen ke dua, menjadi ion
dengan system terkonjugasikan, maka dihasilakanlah warna merah. Phenoftalein
berubah warna pada kira-kira titik ekivalen dan merupakan indicator yang cocok.
Volume basa yang lebih besar akan diperlukan untuk merubah warna suatu
indikator dan titik ekivalen tidak akan di deteksi dengan ketepatan yang biasa
diharapkan (Day,2010).
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah
pada saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama
titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan
oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang
digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik
equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati,
yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah
titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir
titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir
titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan
indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi (Amonsius, 2013).
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
3.1.1Alat:
3.1.2 Bahan:
1.Indikator penolphetalein 1. NaOH 0,1 M
2. Erlenmeyer 2. HCl 0,1 M
3. Buret 50 mL
3.H2C2O4
4. Statif dan
klem
5. Gelas ukur 25 mL atau 10 m
6.Corong Kaca
3.2 Cara kerja
3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M
Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan 5 mL larutan NaOH. Memutar kran
buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian larutan
dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai
skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal
NaOH dalam buret.
Proses standarisasi :
1. Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indkator penophtalein (PP).
2.Mengalirkan
larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.
3. Mencatat volume NaOH terpakai
4. Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
5. Menghitung molaritas (M) NaOH.
3.2.2 Penentuan konsentrasi HCl
1.Mencuci 3 Erlenmeyer, pipet 10 mL
larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap
Erlenmeyer.
2.Menambahkan
kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penolphtalein (PP).
3.Mengalirkan
larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.
4.Mencatat volume
NaOH terpakai.
5.Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
6. Menghitung molaritas (M) HCl..
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Stansarisasi NaOH dengan larutan
asam oksalat
No.
|
Prosedur
|
Ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1.
|
Volume
larutan asam oksalat 0,1 M
|
10 mL
|
10 mL
|
10 mL
|
10 mL
|
2.
|
Volume
NaOH terpakai
|
7,3mL
|
8 mL
|
-
|
6,5mL
|
3.
|
Normalitas
(N) NaOH
|
0,0295 N
|
Standarisasi HCI
dengan larutan HCI
No.
|
Prosedur
|
Ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1.
|
Volume
larutan HCI
|
10 mL
|
10 mL
|
10 mL
|
10 mL
|
2.
|
Volume
NaOH terpakai
|
17 mL
|
14 mL
|
-
|
33,4 mL
|
3.
|
Molaritas
(M) NaOH
|
Berdasarkan
hasil percobaan di atas
|
M
|
||
4.
|
Normalitas
(N) larutanHCI
|
0,1 M
|
Perhitungan :
Standarisasi
NaOH dengan larutan asam oksalat
V1.N1 =
V2.N2
10 x 0,1= 37,3 x N2
1 = 37,3 xN2
N2=1/6,5
= 0,0295 M
Standarisasi HCl dengan larutan HCl
V1.N1 =
V2.N2
10 x 0,1= 33,4 x N2
1 = 33,4 xN2
N2=1/15,5
= 0,064 M
PEMBAHASAN
Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M
dengan larutan asam oksalat dilakukan dalam dua kali ulangan dengan proses
mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan menggunakan gelas ukur 10
mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam gelas ukur sebanyak
10 mL tersebut dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator
penolphetalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan
dibawah buret dan ditetesi dengan larutan NaOH yang ada didalam buret setetes
demi setetes, erlemeyer sambil di goyang-goyang hingga larutan asam oksalat
yang semula bening berubah menjadi pink atau ungu. Apabila larutan asam oksalat
sudah berubah warna menjadi pink atau ungu, maka cepat tutup kran pada buret
supaya larutan dalam buret tidak keluar lagi.Langkah selanjutnya menghitung
banyaknya volume NaOH yang terpakai. Pada ulangan I didapatkan volume NaOH
terpakai sebanyak 7,3 mL, dan ulangan II didapatkan volume NaOH terpakai
sebanyak 8 mL. Pada standarisasi NaOH dengan asam oksalat, Normalitas yang
dihasilkan dari perhitungan yaitu, 0,0295 N. Dengan perbandingan konsentrasi
asam oksalat dan NaOH, volume asam oksalat diketahui yaitu, 10 mL dan volume
yang digunakan untuk larutan NaOH yaitu, volume rata-rata adalah 6,5 mL.
Normalitas asam oksalat juga sudah diketahui yaitu, 0,1 M. Dengan demikian kita
bisa mencari Normalitas NaOH dengan rumus perbandingan konsentrasi : V1.N1 = V2.N2
Percobaan yang kedua ialah standarisasi
HCl dengan larutan HCl yang juga dilakukan dengan dua kali pengulangan, yang
akan dibahas sebagai berikut : mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita
pakai untuk mengukur volume asam oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur
volume larutan HCl dengan menggunakan gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan
tuangkan ke Erlenmeyer.Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator
penolphetalein sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes.Lalu letakkan
erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi
sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang.Lakukan hingga larutan HCl yang
mulanya benih hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah
berubah warna menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk
menghindari larutan NaOH menetes kembali, lalu didapatkan volume NaOH terpakai
sebanyak 17 mL. Kemudian mengulangi pada percobaan tadi sebanyak satu kali
hingga didapatkan hasil pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 14 mL.
Pada standarisasi HCl dengan NaOH, Normalitas yang dihasilkan dari perhitungan
yaitu, 0,1 M. Dengan perbandingan konsentrasi HCl dengan NaOH, volume HCL
diketahui yaitu, 10 mL dan volume yang digunakan untuk larutan NaOH yaitu,
volume rata-rata adalah 15,5 mL. Normalitas HCL juga sudah diketahui yaitu, 0,1
N. Dengan demikian kita bisa mencari Normalitas NaOH dengan rumus perbandingan konsentrasi : V1.N1 = V2.N2
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Dari hasil praktikum tersebut, kita mampu menerapkan
teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang mengandung asam.Untuk mengetahuikadar larutan asam dapat ditentukan
dengan menggunakan larutan basa yang sudah diketahui kadarnya,dan
sebaiknya kadar suatu larutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan
asam yang sudah diketahui kadarnya.
2. Kita mampu menstandarisasi larutan dengan cara menentukan
dengan volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar
atau konsentrasi HCL dan asam oksalat.
6.2 Saran
Dalam
melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-hati dalam menggunakan
larutan-larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan praktikum kali ini
kita juga harus memperhatikan ketelitian dalam mengukur volume larutan basa
(NaOH), karena volume larutan NaOH sangat mempengaruhi hasil konsentrasi HCl.
Amonsius, 2013. Kimia Dasar 1. Makassar: Universitas
Hasanuddin Makassar.
Day, 2010. Kimia Dasar, Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Esdi
pangganti. 2011. Titrasi Asam Basa. FMIPA
USU: Medan.
Harjadi, 2009. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta.
Harjadi,2009.Cerdas
Belajar Kimia. Bandung: Grafindo.
Khopkar, 2012. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta.
Michael. 2011. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga: Jakarta.
Rivai, 2010. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta.
Susanti, 2013. Kimia
Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Sutarmi, 2012. Penuntun
Praktikum Kimia Dasar 1. Inderalaya: Universitas Sriwijaya.
1. Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi
mendekati titik ekivalen
2. Jelaskan dengan singkat fungsi indikator
3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika
tidak ditambah dengan indikator
4. Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi
pada reaksi diatas
5. Jelaskan pengertian larutan standar primer dan
larutan standar sekunder
6. Tuliskan sayarat-syarat suatu indikator dapat
dipakai dalam suatu titrasi.
jawab :
1. Caranya adalah ketika sudah mendekati titik
ekivalen usahakan agar penambahan titernya secara perlahan, apabila perlu
setengah tetes, biar tidak melewati titik ekivalen terlalu jauh.
2. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N
Fungsi penambahan
indikator penolphtalein untuk mengetahui terjadinya suatu
titik ekivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna
pada larutan.Indikator PP dengan range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator yang
baik untuk larutan basa dimana indikator ini akan merubah warna larutan
dari bening menjadi merah muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat
penitrasian.
Standarisasi Larutan HCl 0,1 N
Penambahan indikator metil orange
menyebabkan perubahan warna larutan menjadi kuning. Dalam proses titrasi
digunakan indikator metil orange yang jangkauannya pada pH 3,1 sampai pH
4,4 yang akan memberikan warna kuning. Penambahan indikator ini bertujuan
untuk menandai titik ekivalen titrasi yang ditandai dengan perubahan warna
larutan dari yang awalnya berwarna kuning menjadi berwarna orange. Warna
ini dikarenakan adanya pengaruh ion H+ dari HCl yang
bereaksi dengan indikator metil orange.
3. Indikator adalah senyawa organik yang dapat
berubah warna jika pH larutannya berubah. Jadi, dalam reaksi indikator
phenolptalein menjadi bahan yang sangat penting. Jika dalam percobaan tidak
ditambahkan dengan indikator, maka reaksi tidak akan berjalan.
4. Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
Untuk menstandarisasi larutan NaOH
maka dalam percobaan ini menggunkan larutan asam oksalat H2C2O4 sebagai
larutan standarnya.Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat
diketahui ini merupakan reaksi asidi-alkalimetri asam basa antara asam oksalat
dan basa NaOH.Volume asam oksalat yang digunakan untuk titrasi adalah 10 mL.
Asam oksalat sebagai sebagai titrant yang diketahui berwarna bening dan NaOH
sebagai titer yang berwarna bening pula, sebelum dilakukan titrasi kita
masukkan 3 tetes indikator PP yang diketahui berwarna bening kedalam larutan
oksalat agar pada saat titrasi dapat terjadi perubahan warna ketika mencapai
titik ekuivalen yaitu titik dimana jumlah larutan asam oksalat sama denagn
jumlah larutan pada NaOH yang diperlukan untuk bereaksi sempurna. Dalam titrasi
ini kita menggunakan indikator PP karena fenol phenolptalein itu tergolong asam
yang sangat lemah dalam keadaan terionisasi lebih banyak dan dia akan
memberikan warna yang terang dan perubahan warnanya lebih mudah untuk diamati.
Standarisai
HCl dengan larutan HCl
Jika HCl dicampurkan dengan NaOH,
maka ion H+ dari HCl akan bereaksi dengan ion OH- dari
NaOH membentuk air (H2O). Reaksi ini disebut reaksi penetralan.
Sementara, Cl- dari HCl akan bereaksi dengan ion Na+ dari
NaCl membentuk garam NaCl.Di dalam larutannya, HCl dan NaOHakan terurai menjadi
ion-ionnya.
5. Larutan primer adalah larutan
standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara menimbang. Larutan standar
sekumder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi
dengan larutan standar primer.
6. Tidak semua reaksi dapat
diperguankan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut ;
1)Reaksi
harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas.
2)Reaksi
harus cepat dan reversible. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu
terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak
reversible, penentuan akhir titrasi tidak tegas.
3)Harus
ada penunjuk akhir reaksi (indikator).
4)Larutan baku yang dieraksikan denan
analit harus mudah dibuat dan
sederhane sehingga konsentrasinya
tidak mudah berubah.
0 comments:
Post a Comment